Minggu, 20 Oktober 2019

Published Oktober 20, 2019 by with 0 comment

Kepergiannya Rancu, Keheningannya Rindu

Aku rindu ibu
Kala ia menghangat dengan peluk
Kala ia mendekap dengan kasih

Aku rindu ibu
Kala ada menjadi cukup
Untuk bersama sudah berharga

Aku rindu ibu
Kala makan seadanya kemudian duduk bersama
Bercerita hari ini dan hanya tentang hari ini

Aku rindu bapak
Kala gendong pundak sudah lebih dari syukur
Aku rindu bapak
Dengan kesederhanaan dan menerima
Dengan cerita konyol
Dan nyanyian sinden setiap waktu

Aku tak lagi mendengar
Rumah ini bercerita
Rumah ini bernyanyi
Rumah ini duduk bersama

Aku tak lagi punya
Sedang aku sangat ingin

Ada yang pergi sesuka hati
Ada yang terpaksa ada
Ada yang menyiksa diri untuk menetap

Kemana arti rumah ini pergi?
Kemana arti kasih cukup?

Kita kehilangannya
Kepergiannya rancu
Keheningannya rindu

Oktober 2019
Read More

Rabu, 12 Juni 2019

Published Juni 12, 2019 by with 0 comment

Kita hanya saling bungkam


Remang
Temaram
Menghitam
Dan gelap

Puisi puisi kembali berbincang
Tentang kehidupan
Dan kematian
Tentang kerinduan
Dan kebencian

Puisi puisi kembali bersuara
Tentang riuh
Dan sepi
Tentang kasih
Dan pemisah

Tulisan kembali ditorehkan
Tentang fajar
Dan senja
Tentang kau
Dan aku
Kemudian dia dan lainnya

Kita kembali beradu
Untuk saling bicara
Kemudian bungkam

Kita saling meniadakan kepergian
Dan mendatangkan kediaman
Membiarkan waktu mengusir dirinya sendiri
Saling menunggu jawab
Entah apa
Entah darimana

Kita hanya saling bungkam dan diam

Juni 2019
san
Read More

Kamis, 23 Mei 2019

Published Mei 23, 2019 by with 0 comment

Hanya Tuhan


Ada yang tak sewajarnya ada dalam diri
Maka kau lebih menarik diri

Ada yang tak dapat di pahami perihal diri
Maka kau lebih memilih sepi

Ada yang terlalu rumit untuk di utarakan
Maka kau lebih memilih bungkam

Ada yang tak bisa tersampaikan
Maka kau lebih memilih menguburkan

Dan biarkan hening menjadi kawan
Setidaknya ia tak pernah menjadi lawan

Pada akhirnya ketika takut mu membesar
Tak ada yang tersisa selain Tuhan dan sabar
Seperti tak ada pilihan
Melainkan keharusan
Hanya Tuhan, Tuhan dan Tuhan

Mei 2019, Ramadan Tanpa Bapak
san
Read More

Jumat, 10 Mei 2019

Published Mei 10, 2019 by with 0 comment

Aku Masih Mengejamu


Aku masih mengejamu
Membaca perlahan
Satu demi satu
Larik demi larik
Dan bait demi bait

Aku masih mengejamu
Senyum itu
Genggaman ini
Tawa kita
Dan semua gerak gerik tubuh

Aku masih mengejamu
Pada pagi yang menyiratkan sinar
Pada sore yang menghadirkan senja
Dan pada malam gelap yang dingin

Aku masih mengejamu
Seperti ingin membaca meski sudah terbaca
Ingin mengartikan meski sudah memberi arti

Dan aku akan terus mengejamu
Hingga akhir cerita
Sampai akhir penantian

Bulan mu, Mei 2019
san

Read More

Senin, 08 April 2019

Published April 08, 2019 by with 2 comments

Entah

Ketika melihat cahaya keemasannya, entah kenapa ada perasaan lega, sesaat. Meski tak begitu lama, perasaan itu sungguh damai dan menenangkan. Senja seolah menjadi candu sekaligus pereda nyeri di ulu hati. Senja yang tak pernah dekat namun begitu melekat. Dalam rasa dan ingatan.

Rindu kembali luruh, mempertanyakan tentang mengapa dan apa? Namun yang kau temukan selalu saja entah. Rasa ini seperti kalimat retorik, kau bisa menanyakannya tapi ia tak butuh jawaban.

Ketika dada tak lagi bergemuruh, ia hanya mulai luruh dengan pasrah. Tak ada ambisi atau pun harap berlebih atas semuanya. Ia hanya tahu, bahwa ia ada dengan doa dan kepasrahan.

Ada semacam penghalang untuk ia kembali berharap dan meyakinkan diri. Ia tak lagi sepercaya itu. Ketika ada yang memilih meninggalkan, ia menyadari satu hal bahwa ada yang mungkin, tidak akan pernah cukup baginya menetap.

Ia hanya menyadari satu hal, tentang perasaannya yang utuh dan harapannya pada Tuhan. Meski ia akan berusaha untuk kembali percaya, namun ada setitik pasrah yang tak lagi membuatnya sepercaya itu pada makhluk-Nya.

Ia hanya akan kembali berharap pada Tuhan dan semesta. Entah seperti apa akhirnya nanti.

April 2019.
san.
Read More

Minggu, 07 April 2019

Published April 07, 2019 by with 2 comments

Sesuatu tentang Bapak #2

Pada pagi yang berpendar, aku duduk di teras depan rumah. Mengamati embun-embun sisa hujan semalam. Dinginnya masih terasa, mentari masih enggan menampakkan cahaya.

Tetiba garis waktu terhenti, pada sekadar ingatan tentang kelebat bayang seorang bapak di hadapan. Bayang ketika ia pulang dari perjalanannya dengan membawa sekotak rindu untuk kami. Beliau membawa oleh-oleh sayang yang tertahan selama beberapa purnama. 
Ketidakpulangannya kali ini, membawa sekantong dekap yang kembali menghangat setelah perjalanan panjang. Malam-malam kembali ramai setelah kepulangan bapak. Ia bercerita banyak hal, tentang apa saja yang ia jumpai di perjalanannya mencari nafkah.

"Anak wedok pak e uis gedhe."
Begitu bapak berujar. Beliau memang tak tahu bagaimana anak perempuannya ini tumbuh, setidaknya melihat setiap hari. Bapak pergi mengadu nasib di negeri seberang. Belum ada sepeda motor, masih menggunakan ontel sebagai kendaraan.
Aku masih ingat, betapa ia suka sekali membawa gerobak siomay kesayangannya, seolah di gerobak itu ada harap besar untuk kehidupannya nanti.
Malam kembali lengang. Setelah beberapa hari tinggal, ia akan kembali mengayuh sepeda tua dan kembali mengadu nasib di kota-kota besar.
Setiap detail kenang, selalu membawa mu kembali pada ingatan-ingatan tentangnya. Seseorang yang mencintai kami dengan segenap raga dan jiwanya.

April 2019
san.


Read More
Published April 07, 2019 by with 0 comment

Kepada Tuhan dan Semesta


Bibir ini sumbing
Ingin berkata namun terbekam hening
Mata ini buta
Ingin meniadakan namun kau sungguh ada
Telinga ini tuli
Ingin mengabaikan namun suara itu selalu berbisik

Bibir ini kelu untuk kembali beradu
Jiwa ini pasrah untuk kembali menyerah
Raga ini luruh untuk tak lagi bergemuruh

Kepada tuhan dan semesta
Kami kembalikan seutuhnya
 Tentang apa yg harus kami tempa dan terima

07 April 2019
san.
Read More